Monday, March 14, 2005

Gagal di Condet, Setu Babakan Diincar

MINGGU (20/2) siang, puluhan anak perempuan berlatih menari di Pusat Perkampungan Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Panggung utama di kawasan konservasi budaya Betawi itu penuh oleh penari-penari cilik.
Di sudut lain, belasan remaja pria tengah berlatih pencak silat. Seorang pelatih memperagakan gaya-gaya tertentu, yang kemudian ditirukan oleh peserta latihan silat itu. Nyaris tak ada celah di pelataran dan panggung Setu Babakan itu karena hampir semua sisi dipenuhi dengan anak-anak yang serius berlatih.
Melingkar di sekeliling pelataran ber-paving block itu terdapat beberapa rumah khas Betawi, yang sengaja dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk konservasi budaya Betawi. Salah satu rumah, yakni yang berada di ujung selatan, adalah rumah Haji Samin Jebul alias Bang Anin, warga asli Betawi di kawasan itu. Dulunya, di teras rumah itu, keluarga Bang Anin berjualan gado-gado jakarta.
Menuruni tangga di depan rumah Bang Anin akan terlihat pemandangan Setu Babakan yang-untuk ukuran Jakarta yang kebanyakan semrawut- terlihat indah. Tepian danau ditumbuhi pepohonan.
Di bawah pepohonan rindang itu ada beberapa warung makan yang namanya juga berciri Betawi. Sebut saja Warung Mpok Penih dan Warung Mpok Rohani. Makanan yang dijual bisa disebut sebagian besar khas Jakarta, seperti soto betawi, juga kerak telor yang didagangkan dengan pikulan, seperti biasa menjamur saat Pekan Raya Jakarta. Meski begitu, di sana-sini juga ada penjual makanan bukan Betawi, seperti bakso dan burger sapi.
Pada Minggu itu, banyak pasangan muda-mudi yang memanfaatkan suasana Setu Babakan untuk berduaan. Selain itu, banyak pula remaja yang datang berkelompok dan menikmati kerak telor bersama-sama. Di seantero danau, sejumlah pengunjung mengelilingi danau dengan becak air.
Keriaan di kawasan situ itu berlanjut dengan pergelaran orkes keroncong beberapa saat menjelang sore. Salah satu tembang yang dilantunkan adalah keroncong Setu Babakan, yang dinyanyikan langsung oleh penciptanya, Yoyo Muchtar.
Yoyo, tak lain adalah aktivis budaya Betawi, yang juga penggagas kawasan konservasi Setu Babakan tersebut. Kini, namanya tercatat sebagai Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi dan Ketua Subbidang Pengembangan Potensi Budaya, Badan Musyawarah Betawi, selain pekerjaannya sehari-hari sebagai Kepala Seksi Pengawasan Usaha Pariwisata.
Menurut warga asli Betawi itu, ide kawasan konservasi di Setu Babakan berawal dari arahan Pemerintah Provinsi DKI pada tahun 1996 agar ada aset wisata Jakarta Selatan yang dapat dimaksimalkan. Ia, yang saat itu sebagai Kepala Seksi Objek dan Daya Tarik Wisata Jakarta Selatan, lalu memutar otak.
"Kemudian ada masukan dari Bappeda bahwa ada satu aset pemerintah yang bisa menjadi daya tarik, yaitu Situ Babakan ini. Kebetulan, saya orang Betawi dan pengurus Lembaga Kebudayaan Betawi. Sementara saya melihat bahwa kondisi situ ini terbengkalai. Jalannya belum aspal seperti sekarang, jadi masih becek di mana-mana. Suasananya juga sepi," katanya.
CIKAL bakal "kemeriahan" di Setu Babakan dirintis pada 13 September 1997 dengan adanya acara "Sehari di Setu Babakan". Ketika itu diadakan berbagai lomba, seperti lomba menghias getek, lomba kano, lomba buah, dan lomba masak sayur asem.
Cara memakan sayur asem pun diawali dengan hidangan pembuka, seperti trancam dan asinan, untuk membangkitkan selera. Kemudian, ditutup dengan air manis dan buah-buahan. "Jangan lupa, Jakarta juga mempunyai buah-buahan yang khas, semacam belimbing dewi, rambutan rapiah yang terkenal itu, dan nangka," ujar Yoyo menambahkan.
Dari kekayaan buah-buahan asli itu pula, tercipta lagu Papaya Cha Cha karya Adi Karso. Syairnya, "Pepaya, mangga pisang jambu. Dibawa dari Pasar Minggu. Di sana banyak penjualnya. Di kota, banyak pembelinya...."
Acara "Sehari di Setu Babakan" berlangsung relatif sukses. Setelah itu, beberapa penggiat budaya Betawi berusaha melibatkan berbagai instansi terkait untuk mempercantik situ itu. Benar saja. Setelah itu, Dinas Pertanian pun menanam bibit-bibit pohon, sedangkan Dinas Perikanan menebar ratusan benih ikan. Jalannya pun diperbaiki.
Bersamaan dengan itu, ide untuk menghidupkan kawasan Setu Babakan sebagai konservasi budaya Betawi terus bergulir hingga tingkat Pemerintah Provinsi DKI. Persoalannya, sejauh mana konservasi ini akan dipertahankan? Jangan-jangan seperti nasib Condet yang pernah menjadi konservasi budaya Betawi, tetapi kini tinggal cerita. (ADI PRINANTYO)

Sumber: Kompas 23 Februari 2005

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Saya mau jual tanah di areal wisata Setu Babakan. Sertifikat Hak Milik luas 309m. Lokasi cocok utk usaha karena ditepi jalan akses hanya 100m dari danau. Harga penawaran Rp. 700jt. Hubungi Lita di HP 021-68237557 atau 087881037070. Lihat video wisata Setu Babakan disini http://www.youtube.com/watch?v=L9Dnfrm_A3Y. Lokasi tanah saya bisa dilihat melalui google earth latitude 6⁰20”20.52”S dan longitude 106⁰49”30.34”E. Terima kasih.

8:01 PM  

Post a Comment

<< Home